Ada Kaitan Utuh antara Kurikulum 2013 dengan Ujian Nasional

mendikbudMenteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menyampaikan, ada kaitan utuh antara Kurikulum 2013 dengan Ujian Nasional (UN). Kaitan ini, kata dia, berangkatnya dari delapan standar nasional pendidikan (SNP).

“Karena satu kesatuan utuh maka menjadi perhatian khusus kita. Penilaian itu bagian kurikulum. UN dan ujian sekolah adalah bagian dari penilaian dan penilaian bagian dari kurikulum,” katanya pada Rapat Koordinasi Persiapan Implementasi Kurikulum 2013 pada Tahun 2014 dan Ujian Nasional 2014.

Rakor dihadiri oleh rektor PTN, kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota, dewan pendidikan provinsi, LPMP, P4TK, LP2KS, PGRI, BSNP, Ketua Umum PP Lembaga Ma’arif Nahdlatul Ulama, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, dan ketua majelis pendidikan agama lainnya.

Pada rakor yang akan berlangsung selama tiga hari ini akan dibahas mengenai ujian sekolah SD/MI/Paket A; UN SMP/MTs/Paket B; UN SMA/SMK/MA/Paket C, buku Kurikulum 2013, pelatihan guru, pendampingan dan monitoring evaluasi Kurikulum 2013, dan implikasi penerapan Kurikulum 2013.

Penilaian, kata Mendikbud, adalah alat untuk umpan balik dalam perbaikan tidak hanya isi, bahkan melalui UN bisa mendapatkan rapor kinerja guru, sekaligus kinerja sekolah. “Tiap satuan pendidikan kita bisa dapatkan rapornya,” katanya.

Mendikbud mencontohkan hubungan antara pemetaan dengan kelulusan. Hal ini, kata dia, dapat dilihat saat seleksi. Menurut dia, peta yang bagus didapat dari data yang akurat. Peta itu tentang kompetensi anak karena kaitannya dengan kelulusan. “Tetap kita petakan kalau peta itu terkait kompetensi kelulusan sang anak. Kita tidak bisa mendapatkan kompetensi tadi secara valid dan akurat kalau si anak itu menjawab soal-soalnya itu tidak punya implikasi terhadap kelulusan,” katanya.

Menurut Mendikbud, jika soal yang dikerjakan anak tidak memiliki implikasi terhadap kelulusan dan prestasi maka anak tidak akan menjawab sekuat tenaga, sehingga peta yang didapatkan tidak mencerminkan riil potensi kompetensi anak. “Dari situ harus diberi reward and punishement supaya anak keluarkan seluruh kemampuannya, sehingga diketahui persis kemampuan sang anak. Tidak boleh berhenti sampai di situ dikaitkan dengan pembinaan dan perbaikan,” katanya. ***

Sumber: www.kemdikbud.go.id

Paparan powerpoint Mendikbud bisa diunduh di sini.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *